Sabtu, April 05, 2014

Beranikah Prabowo Melawan Kekuatan Global Asing dan A Seng?




JAKARTA (voa-islam.com) Indonesia sejak  zamannya Soekarno, Soeharto, BJ.Habibi, Abdurrahman Wahid, Megawati, dan SBY, rakyatnya tak pernah menikmati kehidupan yang layak, dan mendapatkan keadilan.
Indonesia ibaratnya ‘makanan’ yang dimakan dengan rakus oleh para drakula ‘Asing dan A Seng’, dan tak bersisa. Rakyat hanya hidup dengan segala penderitaannya.
Setiap ganti pemimpin baru, selalu penuh dengan janji-janji belaka. Tak ada yang serius membela kepentingan rakyat. Tetapi, semua hanya menjadi pembela dan pelindung ‘Asing dan A Seng’.
Tanah dan air dijual dan digandaikan kepada ‘Asing dan A Seng’, sementara rakyat dibiarkan hidup menjadi ‘gembel dan kere’. Termasuk partai yang selalu mengaku sebagai partainya ‘wong cilik’,  tak juga bisa berpihak kepada ‘wong cilik’, tetapi lebih berpihak kepada ‘Asing dan A Seng’, selama berkuasa 
Setiap pemilihan umum berlangsung, memilih anggota legislatif atau presiden, semua bakal calon legislatif atau presiden, mereka dengan ‘kooor’ terus menyanyikan dan lagu-lagu kerakyatan. Mereka semua ingin menjadi pembela dan pelindung rakyat. Mereka para calon legislatif dan presiden, berlomba-lomba ingin berdiri di barisan paling depan, sebagai pembela rakyat kecil.
Dapatkah nasib rakyat dan bangsa Indonesia dititipkan kepada para calon legislatif atau calon presiden? Dapatkah nasib 250 juta rakyat Indonesia bisa dititipkan kepada Jokowi, Aburizal Bakrie, Wiranto, Hary Tanoe, Prabowo dan lainnya?
Sepanjang sejarah Republik ini, sejak merdeka, tahun l945, tidak ada pemimpin yang jujur dan sungguh-sungguh menjadi pembela dan pelindung rakyatnya.
Justru yang ada tipe pemimpin yang mengabdi kepada kepentingan ‘Asing dan A Seng’. Mereka telah menjajah dan menguasai sumber daya alam, dan asset Indonesia. Sementara itu, rakyat dan bangsa Indonesia hanya bisa menggigit jari mereka.
Dibagian lain, Ketua Dewan Pembina Gerindra, Prabowo Subianto hadir di Pondok Pesantren Miftahul Ulum Jakarta dalam rangka memenuhi undangan Sarasehan Nasional Ulama Pesantren dan Cendekiawan, Rabu (2/4/ 2014) malam.
Hadir dalam acara itu mantan Ketua PBNU KH Hasyim Muzadi, Pimpinan Ponpes Miftahul Ulum KH Muhiddin, KH Abdullah Rasyid, dan tokoh Nahdlatul Ulama (NU), yang juga merupakan Menteri Perumahan Rakyat KH Djan Faridz, dan sejumlah tokoh-tokoh NU lainnya.
Dalam pidatonya di hadapan ratusan ulama itu,  Prabowo mengimbau dan mengajak para ulama dan pimpinan pondok pesantren ikut bersama-sama mengubah bangsa. Terutama dalam momentum pemilihan umum yang akan berlangsung sebentar lagi.
"Sebentar lagi kita melaksanakan suatu hajat besar suatu pemilihan, di mana suatu rakyat Indonesia akan menentukan wakil-wakilnya di DPR, dan di pemerintahan. Dan ini adalah momentum untuk merubah arah kedepan," kata Prabowo di hadapan para ulama dan pimpinan Pondok Pesantren di Pondok Pesantren Miftahul Ulum, Jakarta.
Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra itu menuturkan, Islam pernah gemilang dengan kekuatan ekonominya. Namun saat ini, Indonesia yang merupakan negara dengan mayoritas mayarakat beragama Islam, tetapi kondisi bangsanya saat ini sangat miskin.
"Kalo masyarakat lemah dan miskin, maka tidak ada ekonomi yang gemilang. Karena bangsa-bangsa tumbuh dalam keadaan bersaing untuk bertahan hidup, bersaing merebut tanah dan air serta sumberdaya alam," tuturnya.
Karena itu, Prabowo Subianto, kembali meminta kepada para ulama dan tokoh-tokoh pesantren untuk tidak tinggal diam melihat kondisi bangsa Indonesia yang terus dihantui oleh kemiskinan. Padahal, kata Prabowo, Tuhan memberikan kekayaan alam kepada rakyat Indonesia yang begitu melimpah, tetapi tidak bisa dijaga dan dikelola dengan baik oleh para pemimpin-pemimpinnya.
"Ini tidak bisa kita diamkan. Kita itu diberikan karunia kekayaan oleh tuhan tetapi kita tidak bisa menjaga dan mengelolanya. Sehingga akhirnya setiap tahun kita terus berutang. Artinya kita selalu berutang diatas kekayaan kita, ibarat anak ayam mati di lumbung padi," ucapnya.
Lebih jauh Prabowo mengatakan, dirinya juga mengakui bahwa ia sangat dekat dengan tokoh-tokoh Nahdlatul Ulama (NU). Karena, ketika dirinya menjadi tentara dan ditugaskan ke daerah operasi perang, maka orang yang pertama ditemuinya adalah kiai-kiai NU. 
"Saya ini dekat dengan NU, karena saya bekas tentara, dan tentara dekat dengan para kiai. Karena kalau kita dikirim ke daerah konflik, maka yang pertama kita temui adalah kiyai," ujarnya.
"Kita meminta doa dan amalan-amalan dari para kiyai untuk menghadapi maut dalam bertugas. Jadi ketika kita berangkat maka kita siap mati. Karena itu TNI selalu dekat dengan NU," ujarnya.
Bersamaan dengan acara ‘Sarasehan’ itu, Solidaritas Rakyat Peduli Indonesia (Sorpindo) menghendaki Pemilu 2014 menghasilkan pemimpin Indonesia haruslah tokoh yang berani tegas dan memiliki jiwa revolusioner.
Menurut Sorpindo, itu penting untuk mendorong konsep ekonomi kerakyatan agar Indonesia bisa bersaing dalam kancah global. Ketua Umum Sorpindo, Adi Sempani mengatakan pihaknya sebenarnya telah merumuskan konsep ekonomi tersebut.  Menurut dia, sikap dan kebijakan yang dirumuskan Sorprindo cocok dengan program yang diusung Partai Gerindra.
"Dengan konsep stop impor dari Prabowo, sebagai gambaran sikap kami untuk memilih pemimpin yang mampu dan benar-benar menjalankan visi revolusioner dalam menciptakan perekonomian yang maju agar Indonesia untuk siap bersaing di dunia internasional," kata Adi, di Jakarta, Rabu, (2/4/2014).
Pendapat itu diamini Dosen IPB Rahmat Pambudi. Menurut Rahmat, hal terpenting dalam ketahanan pangan adalah peningkatan produksi dan produktifitas pangan. Maka dibutuhkan kepemimpinan yang kuat untuk mengawal produktifitas pangan.
Benarkah akan lahir pemimpin  baru, dan tokoh baru yang berdiri tegak membela kepentingan rakyat dan membebaskan bangsa Indonesia, yang sudah dijajah oleh ‘Asing dan A Seng’ sekarang ini.
Benarkah Prabowo berani menghadapi kekuatan global yang sekarang ini sudah mencengkeram dan menjajah Indonesia? Inilah pertanyaan yang harus dijawab Prabowo.
Ditengah gemuruhnya suara Prabowo itu, Amerika, Inggris, Australia, Selandia Baru, dan Singapura, tidak mendukung Prabowo. Dapatkah Prabowo tanpa dukungan dan jaminan para 'penjajah' iu, bisa memenangkan pemilihan presiden nanti?  Wallahu’alam.
Artikel Terkait

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pesan yang baik, jangan emosional.Bila ingin mengkeritisi, pakailah dalil yang sahih.Dan identitasnya jelas. Komentar emosional, tidak ditayangkan